Oleh : Fajar Sulistya)*
Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2025 kembali menggelorakan semangat persatuan dan kebangsaan di tengah arus perubahan sosial yang dinamis. Di tengah meningkatnya tensi politik pasca-pemilihan dan derasnya arus informasi digital yang sering memicu perpecahan, semangat Sumpah Pemuda 1928 menjadi fondasi moral untuk meneguhkan kondusivitas nasional. Momentum ini tidak sekadar seremoni tahunan, melainkan refleksi kolektif untuk memastikan bangsa tetap berdiri kokoh di atas nilai persatuan, gotong royong, dan toleransi.
Semangat persaudaraan menjadi pesan utama dari peringatan Sumpah Pemuda tahun ini. Di tengah perbedaan suku, agama, dan budaya, generasi muda diharapkan mampu memaknai kembali ikrar “bertumpah darah satu, tanah air Indonesia” sebagai kompas moral untuk mengatasi polarisasi sosial.
Dalam pandangan sejumlah tokoh pemuda lintas organisasi, menjaga kondusivitas nasional bukan hanya tugas aparat keamanan, melainkan tanggung jawab sosial yang melekat pada setiap warga negara—terutama pemuda yang menjadi pewaris cita-cita bangsa.
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Addin Jauharudin, menilai peringatan Sumpah Pemuda harus menjadi pengingat agar seluruh elemen bangsa bersatu menjaga Indonesia dari potensi kerusuhan dan perpecahan sosial.
Ia menekankan pentingnya solidaritas nasional, terutama di tengah situasi sosial yang mudah terprovokasi oleh isu SARA dan ujaran kebencian. Menurutnya, menjaga ketertiban bukan berarti menahan ekspresi aspirasi rakyat, melainkan memastikan setiap bentuk penyampaian pendapat berlangsung damai, tertib, dan bermartabat. Addin juga menegaskan bahwa aksi-aksi destruktif hanya akan merugikan masyarakat sendiri dan menggerus kepercayaan publik terhadap semangat kebangsaan.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Pemuda Lintas Iman, Addin menyerukan agar seluruh organisasi pemuda menjaga suasana aman di tengah masyarakat, memperkuat ruang dialog lintas agama, serta menolak segala bentuk aksi anarkis.
Ia menilai, kebersamaan antarorganisasi pemuda lintas iman merupakan wujud nyata dari nilai gotong royong dan persatuan yang diwariskan para pemuda 1928. Sinergi tersebut membuktikan bahwa semangat persaudaraan tetap hidup di tengah perbedaan keyakinan dan pandangan sosial.
Dari organisasi kepemudaan lain, Sahat Martin Philip Sinurat dari GAMKI menyoroti pentingnya komunikasi antara pemerintah dan rakyat dalam menjaga stabilitas nasional. Ia menilai bahwa ruang partisipasi publik harus dibuka selebar-lebarnya agar aspirasi masyarakat dapat tersampaikan tanpa harus melalui jalur demonstrasi yang berpotensi menimbulkan ketegangan sosial. Menurutnya, mendengar aspirasi rakyat secara terbuka merupakan langkah strategis untuk mencegah konflik horizontal dan memperkuat kepercayaan terhadap pemerintah.
Sementara itu, Dzulfikar Ahmad Tawalla dari Pemuda Muhammadiyah menekankan peran aparat keamanan dalam menjaga stabilitas dengan pendekatan yang humanis. Ia menilai bahwa TNI dan Polri memiliki tanggung jawab moral untuk mengedepankan langkah-langkah persuasif dalam menjaga ketertiban umum.
Tindakan represif, menurutnya, justru berpotensi memperuncing situasi dan menimbulkan ketegangan baru di tengah masyarakat. Dzulfikar mendorong agar aparat menegakkan hukum dengan terukur dan berkeadilan, serta menindak tegas oknum yang memprovokasi aksi anarkis.
Peringatan Sumpah Pemuda 2025 juga menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali peran generasi muda sebagai agen perubahan. Pemuda diharapkan tidak hanya aktif di ruang sosial, tetapi juga di ruang digital.
Dalam konteks ini, literasi digital menjadi hal krusial untuk menekan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang berpotensi memecah belah bangsa. Pemanfaatan media sosial sebagai ruang penyebaran pesan positif, kolaborasi lintas komunitas, dan kampanye toleransi merupakan bentuk aktualisasi nilai-nilai Sumpah Pemuda di era modern.
Selain itu, berbagai organisasi kepemudaan menggelar kegiatan sosial seperti diskusi publik, kampanye digital, hingga pentas seni budaya untuk memperkuat rasa kebangsaan dan memperluas jangkauan pesan persatuan.
Kegiatan tersebut tidak hanya memperlihatkan keberagaman budaya Indonesia, tetapi juga menunjukkan bahwa kolaborasi antarelemen masyarakat menjadi kekuatan utama dalam menjaga kondusivitas nasional.
Semangat musyawarah yang diwariskan oleh para pendiri bangsa juga menjadi pijakan penting dalam memperkuat harmoni sosial. Penyelesaian masalah melalui dialog terbuka dan bijak merupakan solusi terbaik untuk mencegah konflik yang dapat mengganggu stabilitas nasional.
Nilai-nilai ini kembali relevan ketika masyarakat dihadapkan pada situasi yang membutuhkan kedewasaan sikap dan kebesaran hati untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Pada akhirnya, Sumpah Pemuda 2025 menjadi cermin perjalanan panjang bangsa dalam menegakkan persatuan di tengah perbedaan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bukan sekadar bagian dari sejarah, melainkan pedoman moral yang harus terus dihidupkan.
Di era yang penuh tantangan, menjaga kondusivitas nasional berarti menjaga masa depan bangsa itu sendiri—menjaga agar semangat persaudaraan dan gotong royong tetap menjadi ruh dari setiap langkah pembangunan.
Ketika pemuda mampu menyalakan kembali bara semangat Sumpah Pemuda di tengah masyarakat yang majemuk, persatuan bangsa tidak akan mudah tergoyahkan. Kondusivitas nasional bukanlah kondisi yang hadir secara tiba-tiba, melainkan hasil dari upaya bersama, dari kesadaran setiap warga untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.
Dalam konteks itu, peringatan Hari Sumpah Pemuda 2025 bukan hanya momentum mengenang sejarah, tetapi juga tonggak memperkokoh persatuan dan menjaga harmoni demi masa depan Indonesia yang damai dan berdaulat. (*)
)* Penulis adalah kontributor Jeka Media

















