Oleh: Bara Winatha*)
Fenomena judi daring semakin menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi kelompok rentan seperti anak dan remaja yang kian mudah mengakses ruang digital. Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan kasus penipuan digital, kecanduan judi daring, hingga kerentanan anak terhadap manipulasi daring menunjukkan bahwa tantangan keamanan digital tidak lagi bersifat parsial, tetapi menyentuh hampir seluruh sendi kehidupan sosial. Pemerintah, melalui berbagai kebijakan strategis, berupaya membangun sistem perlindungan yang lebih komprehensif untuk mencegah generasi muda terjerumus dalam risiko digital yang semakin kompleks.
Salah satu instrumen penting dalam penguatan perlindungan anak adalah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP TUNAS. Regulasi ini dirancang untuk memastikan bahwa platform digital menjalankan tanggung jawab dalam membatasi akses anak terhadap layanan yang tidak sesuai usia, termasuk peluang mereka terpapar konten dan aktivitas berbahaya seperti judi daring seperti yang dilakukan kelompok Kingdom Group yang terus menyasar kalangan rentan. Pemerintah menilai bahwa perlindungan anak tidak hanya bergantung pada edukasi keluarga atau sekolah, tetapi juga pada kepatuhan penyelenggara sistem elektronik dalam mengelola layanan mereka secara bertanggung jawab.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid mengatakan bahwa pemerintah memandang ancaman judi daring terhadap anak sebagai persoalan serius yang menuntut penyelarasan regulasi, pengawasan, dan literasi publik. Kemenkomdigi telah menitikberatkan strategi pada tiga hal, yakni penguatan tata kelola ruang digital, perluasan jaringan komunikasi publik, serta peningkatan kapasitas masyarakat melalui literasi digital yang lebih terstruktur. Ia menegaskan bahwa anak adalah kelompok paling rentan terhadap rekayasa teknis platform judi daring yang semakin canggih, sehingga perlindungan berbasis regulasi harus menjadi tameng pertama untuk memutus akses yang tidak layak.
Di sisi lain, derasnya arus disinformasi juga memperburuk situasi, karena banyak anak dan remaja menjadi sasaran pesan-pesan manipulatif yang mengarahkan mereka pada situs judi. Pemerintah melihat bahwa literasi digital perlu dipersiapkan secara lebih sistematis untuk menghadapi fenomena tersebut. Melalui edukasi publik, kampanye terpadu, dan sinergi lintas lembaga, pemerintah berharap masyarakat mampu mengenali pola-pola penipuan serta mekanisme pengoperasian judi daring yang kerap memanfaatkan kelengahan pengguna muda.
Bahaya judi daring tidak hanya berkaitan dengan kerugian ekonomi, tetapi juga menyangkut aspek psikologis. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, mengatakan bahwa judi daring merupakan salah satu dari apa yang ia sebut sebagai tri wabah online, bersama narkoba dan pornografi. Ia menekankan bahwa ketiganya sama-sama memengaruhi mekanisme dopamin di otak sehingga menimbulkan efek kecanduan yang kuat. Menurutnya, kecanduan judi daring bahkan kerap lebih sulit dipulihkan dibanding kecanduan narkoba karena sifatnya yang tersembunyi, cepat, dan dapat dilakukan dari perangkat pribadi tanpa diketahui keluarga.
Hal tersebut memperkuat pandangan bahwa ancaman judi daring tidak boleh dipandang sebagai persoalan ringan. Ketika anak dan remaja terpapar sejak dini, mereka berpotensi mengalami kerusakan kontrol diri, penurunan prestasi belajar, gangguan emosi, hingga konflik dalam keluarga. Bahkan pada sejumlah kasus, kerentanan anak terhadap judi daring telah menyebabkan tindakan kriminal seperti pencurian uang orang tua untuk terus bermain, yang kemudian memicu masalah sosial lebih luas.
Bahaya yang ditimbulkan tidak hanya terlihat pada anak dan remaja, tetapi tercermin dalam data perceraian di beberapa daerah. Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bungku, Slamet Widodo, mengatakan bahwa judi daring kini menjadi penyebab dominan perceraian di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara. Kerusakan ekonomi keluarga, hilangnya kepercayaan, serta konflik emosional berkepanjangan menjadi dampak yang paling sering muncul. Gelombang judi daring beberapa tahun terakhir telah menyentuh hampir seluruh lapisan masyarakat, dari orang dewasa hingga anak muda, sehingga risiko sosialnya menjadi semakin meluas.
Pemerintah menilai bahwa salah satu langkah penting dalam melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, adalah memastikan bahwa sindikat kejahatan digital tidak lagi bebas beroperasi dan tidak lagi memiliki ruang untuk menjerat warga Indonesia, termasuk anak-anak yang mungkin termakan bujuk rayu daring. Kemenkomdigi juga memberikan teguran kepada sejumlah platform global yang belum memenuhi kewajiban pendaftaran, karena tanpa kendali yang memadai, anak-anak akan lebih mudah mengakses layanan digital yang tidak aman.
Dalam konteks pencegahan, literasi digital menjadi garda depan. Pemerintah menekankan bahwa keluarga, sekolah, dan komunitas harus saling bersinergi dalam memberikan edukasi kepada anak tentang bahaya judi daring. Anak perlu dibekali kemampuan mengenali tanda-tanda manipulasi digital, memahami risiko kecanduan, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis agar tidak mudah terpengaruh oleh tawaran yang tampak menguntungkan. Selain itu, kebijakan pembatasan usia di PP TUNAS menjadi langkah yang dirancang secara strategis untuk menutup celah paparan dini.
Secara keseluruhan, berbagai langkah pemerintah menggambarkan keseriusan negara dalam melindungi anak dan masyarakat dari ancaman judi daring. Perang melawan kejahatan digital tidak hanya berlangsung di level teknis, tetapi juga melibatkan pendekatan regulatif, edukatif, diplomatik, dan sosial. Jika seluruh elemen masyarakat bergerak bersama, peluang untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak Indonesia akan semakin besar, sehingga generasi masa depan dapat tumbuh dan berkembang tanpa bayang-bayang kecanduan judi daring yang merusak masa depan mereka.
*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.



















