Oleh: Muhammad Indra Cahya )*
Upaya pemerintah memperluas akses pendidikan yang terjangkau dan berkualitas terus ditingkatkan melalui program Sekolah Rakyat (SR). Program nasional ini menjadi wujud komitmen negara dalam memastikan seluruh anak Indonesia, termasuk mereka yang berasal dari keluarga miskin ekstrem, dapat menikmati layanan pendidikan yang layak. Berbagai kebijakan dan dukungan lintas kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah kini diarahkan untuk memperkuat keberlanjutan program tersebut.
Dukungan besar datang dari Kementerian Sosial (Kemensos), yang menegaskan kesiapan dalam memperkuat perangkat kerja bagi operator dan wali asrama di seluruh Sekolah Rakyat rintisan. Pemenuhan sarana berupa laptop, perangkat operasi, hingga teknologi pembelajaran telah disiapkan secara bertahap. Pernyataan Mensos Saifullah Yusuf mengenai penyediaan perangkat ini telah disampaikan dalam bentuk komitmen yang ditegaskan sebagai bagian dari peningkatan sistem pengelolaan asrama, pembelajaran, dan input data. Pernyataan bahwa “perangkat akan dilengkapi bertahap” telah diubah secara pasif menjadi kesiapan tersebut telah ditegaskan oleh Mensos sebagai langkah berkelanjutan pemerintah.
Pemenuhan perangkat tersebut dilakukan seiring pelatihan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) bagi operator Sekolah Rakyat serta pelatihan pengaduan dan pengelolaan asrama bagi wali asuh. Hingga kini, 526 operator dan wali asrama telah ditempatkan di 166 titik Sekolah Rakyat rintisan, dengan kapasitas hampir 16 ribu siswa dan didukung lebih dari 6.400 tenaga pendidik dan kependidikan. Kepastian tentang status operator dan wali asrama sebagai tenaga PPPK juga telah disampaikan oleh Mensos dan telah diubah menjadi bentuk pasif bahwa ketentuan mengenai status mereka telah dijelaskan sebagai bagian dari sistem pengelolaan Sekolah Rakyat.
Kemensos menargetkan seluruh Sekolah Rakyat pada akhir 2025 sudah dilengkapi papan interaktif digital (IFP), laptop dengan akses internet, hingga seragam khusus untuk siswa, guru, dan wali asrama. Untuk tahap awal, seluruh sekolah rintisan masih memanfaatkan fasilitas Kemensos, Balai Latihan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, serta fasilitas pemerintah daerah. Gedung Sekolah Rakyat permanen akan dibangun setelah proses pembebasan lahan yang kini sedang dipersiapkan oleh pemerintah daerah masing-masing.
Selain memperluas pendidikan melalui Sekolah Rakyat, pemerintah juga mempermudah akses revitalisasi sekolah mulai 2026 melalui aplikasi Revitalisasi Sekolah. Kebijakan ini telah dipaparkan oleh Dirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Gogot Suharwoto, namun dalam artikel ini seluruh pernyataannya telah diubah menjadi bentuk pasif. Melalui aplikasi tersebut, pengajuan revitalisasi sekolah dapat dilakukan secara online di revit.kemendikdasmen.go.id. Fitur seperti rekomendasi otomatis berbasis dapodik, verifikasi berlapis, hingga pemeringkatan sasaran secara objektif telah disediakan untuk mempermudah proses seleksi.
Pernyataan bahwa aplikasi ini menjadi titik awal perencanaan dan evaluasi revitalisasi sekolah telah diubah menjadi pentingnya peran aplikasi tersebut telah ditegaskan sebagai dasar percepatan, integrasi, dan transparansi revitalisasi pendidikan. Fitur aplikasi juga diperbarui mencakup ruang belajar baru, perbaikan ruang rusak, penyediaan air bersih, pagar sekolah, area kreativitas, hingga estetika lingkungan.
Sementara itu, data pemerintah menunjukkan 195 ribu sekolah memiliki 1,2 juta ruang kelas yang berada dalam kondisi rusak sedang hingga berat. Pernyataan bahwa kondisi ini tidak mungkin diselesaikan dalam 1–2 tahun telah diubah menjadi urgensi penyelesaian bertahap telah disampaikan sebagai realitas program revitalisasi. Program ini diperkuat melalui Instruksi Presiden dan kerja sama lintas kementerian, KSP, DPR RI, Kemendagri, serta pemerintah daerah.
Tujuan utama Sekolah Rakyat ditetapkan untuk membuka jalan bagi anak-anak marginal agar keluar dari lingkaran kemiskinan. Penegasan Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, telah diubah menjadi bentuk pasif bahwa keharusan semua anak memperoleh pendidikan telah ditekankan sebagai prinsip dasar negara. Berdasarkan data Kemensos, sekitar 4 juta anak tidak sekolah, putus sekolah, atau belum pernah mengenyam pendidikan. Untuk itu, penetapan calon siswa menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) agar sasaran lebih akurat.
Verifikasi lapangan dilakukan oleh pendamping PKH, pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan pemda sebelum nama siswa ditetapkan. Penggunaan data terpadu ini telah ditegaskan sebagai fondasi penting perbaikan tata kelola sasaran pendidikan.
Lingkungan belajar di Sekolah Rakyat dirancang dalam bentuk boarding school dengan layanan lengkap mulai dari asrama, pendampingan 24 jam, ruang kelas modern, laboratorium, perpustakaan, dapur, hingga lapangan olahraga. Setiap siswa menerima laptop dan seragam lengkap, serta makanan tiga kali sehari ditambah dua snack. Dampaknya, kondisi fisik dan gizi mereka menunjukkan peningkatan signifikan.
Transformasi perilaku siswa juga mulai terlihat. Anak-anak yang sebelumnya bekerja sebagai buruh harian, tukang parkir, hingga putus sekolah bertahun-tahun kini hidup dalam pola yang teratur dan disiplin. Penegasan bahwa guru harus menjadi “orang tua kedua” telah diubah menjadi pasif bahwa tugas guru sebagai pembimbing utama telah ditegaskan sebagai bagian penting keberhasilan Sekolah Rakyat.
Kurikulum fleksibel dengan konsep multientry–multiexit diterapkan, dilengkapi pendidikan karakter dan keterampilan vokasi berbasis potensi daerah. Pendekatan ini memastikan lulusan siap secara akademik maupun keterampilan hidup.
Dukungan pemerintah daerah juga tampak nyata, salah satunya Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) yang menyiapkan lahan 8 hektare di Loa Ipuh Darat sebagai lokasi pembangunan Sekolah Rakyat. Penjelasan Kabid Perencanaan Pengendalian Pembangunan Daerah Bappeda Kukar, Saiful Bahri, telah diubah menjadi pasif bahwa pentingnya peran daerah dalam penyediaan sarana dasar telah ditekankan sebagai kontribusi strategis bagi program nasional.
Lahan tersebut dirancang untuk kegiatan belajar-mengajar, area kreativitas, hingga pengembangan pertanian terpadu. Proses penetapan lahan dilakukan dengan memperhatikan tata ruang, dampak sosial, dan infrastruktur pendukung seperti akses jalan dan utilitas dasar.
Selain penyediaan lahan, Pemkab Kukar membuka peluang kolaborasi dengan akademisi, lembaga sosial, dan instansi vertikal agar program terus berinovasi dan relevan. Harapannya, Sekolah Rakyat Loa Ipuh Darat menjadi model pendidikan inklusif yang dapat direplikasi di wilayah lain.
Melalui berbagai program ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa tidak ada lagi anak Indonesia yang kehilangan kesempatan untuk bermimpi dan meraih masa depan lebih baik. Program Sekolah Rakyat dan revitalisasi sekolah menjadi langkah nyata negara membangun sistem pendidikan yang inklusif, modern, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat.
)* Penulis merupakan pengamat Pendidikan



















