Oleh: Yusuf Rinaldi)*
Peningkatan ketahanan pangan nasional menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh Indonesia, terlebih lagi di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh krisis pangan global. Di saat 53 negara tengah bergelut dengan ancaman kelaparan dan kelangkaan gizi, Indonesia justru menunjukkan potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia. Salah satu kunci utama dalam meraih swasembada pangan adalah penerapan modernisasi pertanian yang didukung oleh kebijakan pro-petani dari pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir, upaya untuk mencapai swasembada pangan Indonesia mendapatkan momentum yang signifikan melalui kebijakan-kebijakan yang terfokus dan inovatif. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa salah satu faktor utama yang mempercepat swasembada pangan adalah kebijakan yang diterapkan di level tertinggi oleh pemerintah. Terbukti, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, telah mengeluarkan lebih dari 18 instruksi terkait sektor pangan dalam satu tahun, suatu pencapaian yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Instruksi ini mencakup berbagai bidang seperti produksi, pengawasan, dan distribusi pangan yang lebih terarah dan terstruktur, serta memungkinkan percepatan implementasi kebijakan.
Modernisasi pertanian sendiri bukanlah sekadar tentang peralatan dan teknologi baru. Ia mencakup perubahan sistematis dalam tata kelola dan pola pikir petani. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, telah memberikan berbagai dukungan untuk mempercepat modernisasi sektor pertanian, antara lain dengan memberikan akses kepada petani untuk menggunakan alat mesin pertanian (alsintan) yang lebih efisien, benih unggul, serta pupuk berkualitas yang disubsidi tanpa pungutan biaya tambahan. Upaya ini beriringan dengan penguatan penegakan hukum untuk menanggulangi praktik-praktik curang yang dapat merugikan petani, seperti peredaran pupuk palsu yang merusak lahan petani dan potensi kerugian besar bagi negara.
Dalam situasi yang tidak mudah ini, kesadaran akan pentingnya peran petani sebagai pahlawan pangan bangsa semakin ditekankan. Pemerintah tidak hanya memperbaiki infrastruktur pertanian tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani dengan kebijakan yang lebih berpihak pada mereka. Salah satu hasil signifikan dari kebijakan ini adalah keberhasilan dalam meningkatkan produksi beras nasional. Hingga Oktober 2025, produksi beras Indonesia tercatat mencapai 31 juta ton, lebih tinggi daripada kebutuhan konsumsi nasional yang sekitar 27 juta ton. Bahkan, Indonesia mengalami surplus beras 3,7 juta ton, salah satu yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, modernisasi pertanian yang dilakukan tidak hanya soal memperkenalkan teknologi dan sistem yang lebih efisien. Hal ini juga mencakup penguatan tata kelola sektor pangan melalui reformasi birokrasi yang bertujuan untuk mengurangi inefisiensi dan memastikan program bantuan tepat sasaran. Upaya ini terbukti efektif, dengan 75 tersangka yang berhasil diproses terkait praktik kolusi dan korupsi di sektor pangan. Pemerintah mengambil langkah tegas untuk memberantas oknum-oknum yang merugikan negara dan petani, dengan memberikan sanksi administratif maupun pidana kepada sekitar 60 pegawai internal Kementerian Pertanian yang terlibat.
Keberhasilan ini semakin nyata dengan meningkatnya harga pembelian pemerintah (HPP) gabah yang ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram, yang pada gilirannya menambah penghasilan petani sekitar Rp65 triliun. Kebijakan tersebut mengarah pada upaya pemberdayaan ekonomi petani secara berkelanjutan. Dengan dukungan seperti ini, sektor pertanian Indonesia tidak hanya bergerak maju secara kuantitas tetapi juga kualitas.
Selain itu, Indonesia harus memanfaatkan potensi besar yang dimiliki oleh generasi muda untuk memperkuat sektor pangan. Pemuda, dengan keterampilan teknologi dan inovasi mereka, dapat menjadi pendorong utama transformasi sektor pertanian nasional. Kepala Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian Tanaman Pangan, Dr. Haris Syahbuddin, menegaskan bahwa generasi muda memegang kunci dalam mempercepat transformasi sektor pertanian, yang akan memanfaatkan potensi agroekosistem Indonesia yang kaya akan biodiversitas dan iklim tropis yang mendukung produksi pangan sepanjang tahun.
Keberhasilan Indonesia menuju swasembada pangan juga dipengaruhi oleh kebijakan dari lembaga pemerintah lainnya, seperti Perum Bulog, yang berperan penting dalam stabilisasi harga dan distribusi pangan. Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, menegaskan bahwa penguatan ketahanan pangan membutuhkan fondasi kelembagaan yang kuat dan kebijakan yang adaptif terhadap dinamika global.
Perubahan iklim, geopolitik, dan fluktuasi harga pangan dunia menuntut negara memiliki instrumen yang mampu bekerja secara konsisten untuk menjaga ketahanan pangan. Bulog, sebagai lembaga yang diberi mandat negara, menjalankan perannya dalam pengelolaan stok pangan, stabilisasi harga, dan pendistribusian pangan ke seluruh daerah, untuk memastikan ketersediaan pangan yang merata di Indonesia.
Perum Bulog terus mendukung program diversifikasi pangan dengan menggali potensi komoditas lokal seperti jagung, ubi, dan singkong. Langkah ini merupakan respon terhadap perubahan pola konsumsi masyarakat yang semakin beragam. Di samping itu, Bulog juga menjajaki kerja sama internasional untuk mengembangkan alternatif bahan pangan seperti tepung beras yang lebih sehat dibandingkan tepung terigu.
Secara keseluruhan, modernisasi pertanian yang diikuti dengan kebijakan pro-petani yang tegas dan terstruktur adalah kunci dari keberhasilan swasembada pangan Indonesia. Dengan dukungan pemerintah, petani diberdayakan dan sektor pertanian mampu bertransformasi menjadi lebih efisien, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan. Ke depan, Indonesia tidak hanya akan mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi juga memiliki potensi untuk menjadi penyeimbang dunia dalam hal ketahanan pangan.
)*Penulis Merupakan Pengamat Ekonomi

















