Scroll untuk baca artikel
https://www.estehindonesia.com/
Example floating
Example floating
Opini

Membangun Kepercayaan Jemaah Haji 2025 melalui Transparansi dan Pengawasan

3
×

Membangun Kepercayaan Jemaah Haji 2025 melalui Transparansi dan Pengawasan

Share this article
https://www.citilink.co.id/

Oleh : Muhammad Irwan )*

Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 menjadi momentum penting untuk menunjukkan komitmen Indonesia dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah. Kepercayaan publik terhadap tata kelola haji bukanlah sesuatu yang muncul secara instan, melainkan harus dibangun secara konsisten melalui transparansi, pengawasan, dan pelayanan yang berkualitas. Dalam konteks ini, transparansi pengelolaan dana haji dan pengawasan langsung terhadap fasilitas serta layanan jemaah menjadi pilar utama dalam memperkuat kredibilitas penyelenggaraan ibadah haji.

Example 300x600

Salah satu bentuk nyata dari upaya ini dapat terlihat melalui langkah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang aktif melakukan monitoring dan pengawasan di sejumlah fasilitas layanan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan setiap detail pelayanan, mulai dari aspek konsumsi hingga kenyamanan tempat tinggal, benar-benar diperhatikan. Hal ini juga menegaskan bahwa kolaborasi lintas kementerian dan lembaga bukan sekadar slogan, tetapi sebuah kerja nyata untuk menjamin keamanan, kenyamanan, dan kepuasan jemaah.

Sekretaris Utama BPJPH, Muhammad Aqil Irham, menggarisbawahi pentingnya pengawasan langsung sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap jemaah. Ia menjelaskan bahwa pemantauan dilakukan pada berbagai aspek layanan, termasuk dapur, tenda, air, tempat tidur, hingga fasilitas sanitasi, yang disiapkan oleh sejumlah syarikah di Arab Saudi. Fasilitas-fasilitas tersebut bahkan dirancang dengan pendekatan budaya Nusantara, agar jemaah merasa lebih nyaman dan tidak mengalami gegar budaya. Di tengah cuaca panas Arab Saudi, suasana yang akrab dan bersih dapat menjadi penyejuk secara psikologis bagi jemaah Indonesia.

Muhammad Aqil Irham juga menekankan bahwa pemantauan tidak hanya berhenti pada kenyamanan fisik, melainkan juga memastikan bahwa konsumsi makanan dan minuman yang disediakan memenuhi standar halal dan keamanan pangan. Menurutnya, ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik, terutama di Armuzna Arafah, Muzdalifah, dan Mina sangat krusial dalam mendukung kelancaran ibadah pada fase puncak haji. Pengawasan ini menjadi bentuk nyata dari implementasi prinsip kehati-hatian dan integritas dalam setiap lini pelayanan.

Di sisi lain, aspek pengelolaan keuangan haji juga menjadi perhatian utama. Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengingatkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Menurutnya, keterbukaan informasi sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman publik sekaligus membangun kepercayaan jangka panjang. Salah satu contohnya adalah bagaimana biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang dibayar langsung oleh calon jemaah, serta nilai manfaat dari dana kelolaannya, harus dijelaskan secara terbuka.

Fikri menekankan bahwa sosialisasi yang masif dan menyeluruh harus menjadi prioritas BPKH. Transparansi dalam penggunaan dana haji akan mencegah beredarnya informasi simpang siur, termasuk isu-isu negatif yang menyebutkan bahwa dana haji digunakan untuk kepentingan lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan ibadah. Melalui komunikasi yang jelas dan berbasis data, masyarakat akan memahami bahwa setiap rupiah dari dana haji dikelola secara bertanggung jawab dan berorientasi pada kepentingan jemaah.

Langkah sosialisasi keuangan haji yang mulai dilakukan oleh BPKH, bekerja sama dengan DPR, patut diapresiasi. Namun, kegiatan tersebut perlu diperluas hingga menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Semakin banyak masyarakat yang memahami struktur pembiayaan dan arah penggunaan dana haji, maka semakin kuat pula kepercayaan mereka terhadap institusi yang mengelola dana umat tersebut. Sosialisasi yang intensif juga menjadi sarana edukasi agar masyarakat memiliki literasi keuangan haji yang memadai, sehingga tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu menyesatkan.

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2025 yang telah disepakati sebesar Rp89,4 juta per orang, dengan Bipih yang dibayarkan langsung oleh jemaah sebesar Rp55,4 juta, merupakan informasi yang harus terus disosialisasikan secara terbuka. Adapun nilai manfaat sebesar Rp33 juta, yang berasal dari hasil pengelolaan dana haji, membuktikan bahwa sistem subsidi silang masih tetap berjalan. Transparansi terhadap alokasi dana untuk penerbangan, akomodasi, dan konsumsi menjadi kunci utama dalam menumbuhkan kepercayaan kolektif masyarakat.

Pembangunan kepercayaan jemaah haji harus menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025. Kepercayaan tersebut tidak hanya dibangun melalui janji-janji manis, tetapi melalui langkah konkret seperti pengawasan fasilitas oleh BPJPH dan keterbukaan informasi oleh BPKH. Dengan sistem pengawasan dan transparansi yang terus diperkuat, pemerintah Indonesia dapat menjadikan penyelenggaraan ibadah haji bukan hanya sebagai rutinitas tahunan, melainkan sebagai simbol komitmen negara dalam melayani umat.

Lebih dari itu, penyelenggaraan haji yang transparan dan diawasi ketat juga mencerminkan nilai-nilai integritas dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan. Di tengah meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya pengelolaan dana umat, upaya peningkatan kualitas layanan dan keterbukaan informasi akan menjadi parameter utama keberhasilan penyelenggaraan haji. Maka, kolaborasi antara pemerintah, DPR, lembaga pengawas, dan masyarakat menjadi modal penting untuk mewujudkan tata kelola haji yang bersih, transparan, dan dipercaya.

)* Penulis adalah Peneliti Islamic Initia

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *