Oleh : Cindy Lestari Pasaribu )*
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia secara resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani. Pengesahan ini merupakan langkah maju dalam memperkuat ketahanan nasional, supremasi sipil, serta memastikan profesionalisme TNI dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa revisi UU TNI ini tetap berlandaskan pada prinsip demokrasi, supremasi sipil, serta hukum nasional dan internasional. Perubahan ini bertujuan untuk memastikan bahwa TNI semakin profesional dan responsif dalam menjalankan tugasnya, baik dalam menjaga kedaulatan negara maupun dalam membantu pemerintah dalam operasi militer selain perang (OMSP). Puan menekankan bahwa supremasi sipil tetap menjadi prinsip utama dalam sistem pertahanan negara, sehingga TNI tetap berada dalam koridor konstitusi yang menjamin kontrol sipil atas militer.
Revisi ini mencakup beberapa penyempurnaan strategis, di antaranya adalah penambahan dua tugas pokok TNI dalam OMSP, yaitu membantu dalam menanggulangi ancaman siber serta melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri. Hal ini menegaskan peran TNI yang semakin adaptif dalam menghadapi dinamika keamanan modern, sejalan dengan visi pemerintah dalam memperkuat pertahanan negara. Dalam menghadapi era digital, ancaman siber menjadi salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh negara, sehingga kehadiran TNI dalam menangani ancaman ini sangat diperlukan.
Perubahan lain yang signifikan adalah pada Pasal 47 terkait penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan strategis di lembaga pemerintah. Kini, terdapat 14 bidang yang dapat diisi oleh prajurit aktif atas permintaan kementerian atau lembaga terkait. Kebijakan ini akan semakin memperkuat sinergi antara TNI dan pemerintahan dalam memastikan stabilitas nasional. Namun, untuk menjaga keseimbangan dan supremasi sipil, DPR memastikan bahwa penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil dilakukan dengan ketentuan yang ketat dan tetap berada dalam pengawasan regulasi yang ada. Dengan demikian, kontrol sipil atas militer tetap terjaga tanpa mengurangi efektivitas TNI dalam mendukung stabilitas negara.
Selain itu, revisi ini juga membawa kebijakan progresif dalam meningkatkan kesejahteraan prajurit, dengan memperpanjang usia pensiun bagi bintara dan tamtama menjadi 55 tahun, serta perwira hingga 58 tahun. Untuk perwira tinggi, khususnya pangkat jenderal bintang empat, usia pensiun diperpanjang hingga 63 tahun, dengan maksimal 65 tahun. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan pengalaman dan keahlian prajurit senior tetap dapat dimanfaatkan dalam menjaga stabilitas dan pertahanan negara. Dengan demikian, profesionalisme dan keberlanjutan regenerasi dalam tubuh TNI tetap terjaga.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyambut baik pengesahan ini dan menegaskan bahwa revisi UU TNI akan semakin meningkatkan profesionalisme dan kesiapan TNI dalam menghadapi berbagai tantangan keamanan. Perubahan diyakini ini akan semakin memperkuat peran strategis TNI dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional. Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa prinsip supremasi sipil tetap menjadi landasan utama dalam implementasi revisi UU ini, sehingga mekanisme pengawasan dan akuntabilitas tetap berjalan secara transparan.
Pengesahan ini mendapatkan dukungan penuh dari seluruh fraksi di DPR, menunjukkan komitmen bersama dalam memperkuat pertahanan nasional dan menjamin supremasi sipil. Ketua DPR Puan Maharani juga menegaskan bahwa revisi UU TNI telah melalui proses legislasi yang transparan, serta melibatkan berbagai masukan dari para pemangku kepentingan untuk memastikan regulasi yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi bangsa dan negara. Partisipasi publik dan akademisi dalam pembahasan revisi ini menjadi salah satu indikator bahwa proses legislasi tetap berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi.
Selain mendukung modernisasi militer, revisi UU TNI ini juga memperkuat sinergi antara TNI dan Polri dalam menghadapi ancaman keamanan yang semakin kompleks. Dengan meningkatnya tantangan seperti terorisme, kejahatan lintas negara, dan ancaman siber, TNI memiliki peran strategis dalam mendukung pemerintah menjaga stabilitas nasional. Integrasi ini juga semakin mempertegas peran TNI dalam menjaga keamanan di daerah perbatasan serta wilayah rawan konflik, sejalan dengan visi pemerintah dalam menjaga keutuhan NKRI. Namun, dalam pelaksanaan sinergi ini, supremasi sipil tetap dijaga agar TNI tetap berfungsi dalam koridor tugas dan fungsinya sesuai peraturan yang berlaku.
Dalam konteks diplomasi pertahanan, revisi ini juga memperkuat peran TNI dalam kerja sama internasional, termasuk dalam misi perdamaian dunia. Indonesia sebagai salah satu kontributor terbesar pasukan perdamaian PBB akan semakin diperhitungkan dalam kancah global. Hal ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional, tetapi juga memberikan dampak positif bagi pengembangan kapasitas dan profesionalisme prajurit TNI dalam berbagai operasi kemanusiaan dan perdamaian. Keberadaan TNI dalam misi internasional tetap berada dalam kendali politik luar negeri yang dijalankan pemerintah, sehingga supremasi sipil tetap menjadi pegangan utama.
Dengan berbagai penyempurnaan dalam revisi UU TNI ini, diharapkan bahwa TNI akan semakin profesional, adaptif, dan mampu menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan prinsip utama supremasi sipil. Reformasi dalam tubuh militer harus tetap berjalan seiring dengan perkembangan demokrasi dan hukum di Indonesia. Dengan menjaga keseimbangan antara peran TNI dalam pertahanan negara dan supremasi sipil yang menjamin demokrasi, revisi ini menjadi bukti nyata komitmen DPR dan pemerintah dalam memperkuat ketahanan nasional secara holistik.
)*Penulis merupakan Wartawan Bidang Pertahanan dan Militer