Scroll untuk baca artikel
https://www.estehindonesia.com/
Example floating
Example floating
Opini

Digitalisasi Peradilan Jadi Fokus Implementasi KUHAP

1
×

Digitalisasi Peradilan Jadi Fokus Implementasi KUHAP

Share this article
https://www.citilink.co.id/

Jakarta – Pemerintah menegaskan bahwa digitalisasi peradilan menjadi salah satu pilar utama dalam implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru. Pembaruan regulasi tersebut dianggap sebagai momentum penting untuk melakukan modernisasi menyeluruh pada sistem peradilan pidana, sekaligus menjawab tuntutan publik atas proses hukum yang lebih transparan, efisien, dan akuntabel.

Melalui penguatan pemanfaatan teknologi informasi, pemerintah berharap sistem peradilan Indonesia mampu bertransformasi menuju tata kelola yang lebih modern dan adaptif.

Example 300x600

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) mengatakan, KUHAP baru dirancang sebagai kerangka hukum acara pidana yang lebih modern, lebih akuntabel, dan lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi maupun praktik penegakan hukum.

Salah satu perubahan paling signifikan adalah bertambahnya jumlah tindakan yang dikategorikan sebagai upaya paksa. Bila KUHAP 1981 hanya mengenal lima jenis upaya paksa, KUHAP 2025 kini mengatur sembilan tindakan.

Eddy menjelaskan, penambahan tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian dan pengawasan yang lebih kuat terhadap tindakan aparat penegak hukum dalam proses penyidikan.

“Ini ada sebagai suatu pengawasan dari tindakan upaya paksa, bahwa KUHAP baru ini mengenal sembilan upaya paksa,” ujar Eddy.

Eddy mengingatkan, KUHAP lama hanya mengatur penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat.

“Sembilan upaya paksa itu kalau dari KUHAP yang lama kan ada lima upaya paksa, yaitu tangkap, tahan, geledah, sita, dan pemeriksaan surat,” ucap Eddy.

Empat upaya paksa baru yang kini masuk dalam KUHAP adalah penetapan tersangka, pemblokiran, penyadapan, dan larangan bepergian ke luar negeri.

“Ditambah empat yang baru itu adalah penetapan tersangka merupakan upaya paksa. Yang kedua adalah pemblokiran juga upaya paksa. Yang ketiga adalah penyadapan upaya paksa. Dan yang keempat adalah pelarangan orang bepergian ke luar negeri juga merupakan upaya paksa,” terang Eddy.

Dengan memasukkan empat tindakan tersebut sebagai upaya paksa, KUHAP baru mengharuskan tindakan tersebut berada dalam kerangka hukum yang jelas dan dapat diuji melalui mekanisme praperadilan, sehingga memberi ruang kontrol yang lebih kuat dari pengadilan maupun masyarakat sipil.

Perubahan lain yang tak kalah penting adalah penambahan syarat subjektif untuk melakukan penahanan. Selama ini, Pasal 21 KUHAP mengenal tiga kategori syarat: subjektif, objektif, dan kelengkapan formal. Namun, KUHAP baru menambahkan unsur lain dalam syarat subjektif.

“Kalau kita tahu syarat penahanan dalam Pasal 21 KUHAP itu ada syarat subjektif, ada syarat objektif, dan ada syarat kelengkapan formal. Nah, di dalam KUHAP baru ini terkait syarat subjektif itu ditambah,” jelas Eddy.

Syarat tambahan tersebut diharapkan memberikan batas yang lebih jelas atas pertimbangan penyidik ketika melakukan penahanan.

“Jadi, tidak hanya ada kekhawatiran akan melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi perbuatan pidana, tetapi kemudian ada beberapa syarat tambahan yang tentunya itu akan menjadi obyek dari praperadilan,” ungkap Eddy.

Eddy menegaskan bahwa penyusunan KUHAP baru dilakukan secara matang, melibatkan tim ahli, dan digarap dengan mempertimbangkan dinamika penegakan hukum saat ini.

Melalui transformasi digital KUHAP, pemerintah optimistis sistem peradilan Indonesia akan semakin kuat, kredibel, dan mampu memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi masyarakat.

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *