Jakarta – Upaya pemberantasan korupsi kembali menunjukkan taringnya. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara kepada mantan jaksa Kejari Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, yang terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya dalam kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit.
Ketua Majelis Hakim, Sunoto, yang memimpin sidang putusan, menyatakan Azam secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp250 juta. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” tegas hakim Sunoto dalam putusannya.
Majelis hakim menyoroti bahwa tindakan Azam tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai sumpah jabatan sebagai jaksa. “Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ujar hakim Sunoto.
Lebih jauh, hakim menekankan bahwa tindakan Azam menciptakan preseden buruk dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi Kejaksaan Agung sebagai benteng terakhir keadilan. Ia juga dianggap telah menyalahgunakan kepercayaan publik.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Azam dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp250 juta. Namun, majelis hakim memutuskan hukuman yang lebih berat dengan menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara.
Azam didakwa menilap dana barang bukti senilai Rp11,7 miliar dari perkara investasi bodong Fahrenheit tahun 2023. Modusnya adalah memanipulasi jumlah pengembalian uang kepada para korban yang diwakili pengacara Bonifasius Gunung, Oktavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya.
“Bahwa terdakwa dan saksi Oktavianus Setiawan bersepakat untuk memanipulasi pengembalian barang bukti kepada para korban investasi robot trading Fahrenheit yang diwakilinya dengan cara seolah-olah melakukan pengembalian terhadap kelompok Bali sekitar Rp17,8 miliar,” ujar jaksa dalam dakwaannya.
Dari manipulasi tersebut, Azam menerima aliran dana sebesar Rp3 miliar dari kelompok Bonifasius Gunung, Rp8,5 miliar dari kelompok Oktavianus, dan Rp200 juta dari Brian Erik. Dana tersebut digunakan untuk membeli rumah, asuransi, deposito, dan perjalanan umrah.
Usai pembacaan vonis, baik Azam maupun kuasa hukumnya belum menyatakan sikap. “Kami masih pikir-pikir, Yang Mulia,” ucap kuasa hukum terdakwa.
Putusan ini menegaskan bahwa upaya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, termasuk dari kalangan aparat penegak hukum sendiri, tidak mengenal perlakuan istimewa. Pemerintah bersama aparat hukum terus menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan sistem yang bersih, transparan, dan akuntabel.