Oleh Arlita Yanuar )*
Pemerintah menunjukkan keseriusan dalam memastikan pemulihan akses dasar wilayah terdampak bencana banjir dan tanah longsor di sejumlah provinsi Sumatera berjalan cepat, terukur, dan berkelanjutan. Bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak hanya merusak infrastruktur fisik, tetapi juga sempat melumpuhkan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam situasi seperti ini, kehadiran negara menjadi krusial untuk memulihkan rasa aman sekaligus memastikan roda kehidupan warga dapat kembali bergerak normal dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Presiden Prabowo Subianto secara tegas menargetkan pemulihan kawasan terdampak dapat kembali normal dalam rentang dua hingga tiga bulan. Target tersebut mencerminkan komitmen pemerintah untuk tidak berlama-lama membiarkan masyarakat hidup dalam kondisi darurat. Fokus pemulihan tidak hanya diarahkan pada perbaikan jalan dan jembatan, tetapi juga pada pemulihan aktivitas masyarakat yang sempat terhenti, mulai dari distribusi logistik, layanan kesehatan, pendidikan, hingga kegiatan ekonomi lokal. Presiden juga memerintahkan percepatan penanganan pascabencana dengan menekankan pentingnya pembangunan hunian sementara bagi warga yang masih mengungsi agar mereka memiliki tempat tinggal yang layak.
Langkah konkret pemerintah terlihat dari rencana pembangunan sekitar 2.000 unit rumah bagi korban terdampak yang telah dilaporkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman. Upaya ini diperkuat dengan pengerahan sekitar 1.000 unit alat berat dari pemerintah pusat, mulai dari truk, ekskavator, hingga tangki air bersih dan air minum. Pemerintah juga menyiapkan toilet portable untuk menjaga sanitasi di lokasi pengungsian, serta melakukan rehabilitasi infrastruktur darurat dengan membangun 50 jembatan Bailey. Sebagian jembatan tersebut telah selesai dan dapat digunakan, sehingga akses jalan darat yang sebelumnya terputus kini berangsur kembali tersambung dan mobilitas warga mulai pulih.
Dari sisi koordinasi lintas sektor, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menempatkan pembukaan akses logistik sebagai prioritas utama. Menurutnya, akses jalan menjadi urat nadi dalam tahap tanggap darurat karena menentukan kelancaran distribusi bantuan dan kebutuhan pokok. Ia menekankan bahwa percepatan pemulihan hanya dapat terwujud melalui kerja sama erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pendekatan yang diambil tidak sekadar membangun kembali infrastruktur yang rusak, melainkan membangun dengan kualitas yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih tahan terhadap potensi bencana di masa depan.
Kebutuhan anggaran pemulihan yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 51 triliun untuk memperbaiki jembatan, jalan, serta berbagai sarana publik seperti sekolah dan madrasah yang menjadi pusat aktivitas sosial masyarakat. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menegaskan pentingnya sinergi antarpemangku kepentingan dalam proses pemulihan ini. Pemerintah menyadari bahwa penanganan pascabencana tidak dapat dilakukan oleh satu institusi saja, melainkan membutuhkan koordinasi yang solid agar masyarakat segera kembali memperoleh akses layanan dasar dan mobilitas yang aman.
Sebagai wujud nyata komitmen tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum telah mengerahkan ratusan alat berat dan alat pendukung ke seluruh lokasi terdampak. Tidak kurang dari 298 unit alat berat seperti ekskavator dan loader telah dioperasikan, didukung oleh 121 unit alat pendukung berupa hidran umum, mobil operasional, dump truck, dan mobil tangki air. Selain itu, ribuan unit material darurat seperti geobag, bronjong kawat, dan agregat disalurkan untuk penanganan sementara maupun penguatan struktur di titik-titik rawan. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak menunda pekerjaan teknis yang menjadi fondasi pemulihan jangka menengah.
Di sektor perumahan, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait memaparkan bahwa lebih dari 112 ribu unit rumah mengalami kerusakan dengan tingkat yang bervariasi. Data tersebut menjadi dasar bagi pemerintah pusat, satuan tugas daerah, BNPB, dan pemerintah daerah untuk menyusun strategi penanganan yang tepat sasaran. Pemerintah juga telah mengidentifikasi lokasi-lokasi relokasi yang aman di tiga provinsi terdampak, masing-masing delapan lokasi di Aceh, delapan di Sumatera Utara, dan lima di Sumatera Barat. Penentuan lokasi ini tidak dilakukan secara terburu-buru, melainkan melalui pertimbangan matang.
Seluruh langkah penanganan dilakukan sesuai arahan Presiden agar bekerja cepat, tepat, dan berbasis keamanan. Pertimbangan utama mencakup keamanan geologis, kepastian legalitas lahan, serta kedekatan dengan ekosistem sosial masyarakat. Pemerintah memastikan warga yang direlokasi tetap memiliki akses terhadap sekolah, pasar, fasilitas kesehatan, dan pusat kegiatan ekonomi sehingga mereka tidak tercerabut dari kehidupan sosialnya. Pendekatan ini penting agar pemulihan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi.
Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah mencerminkan hadirnya negara di tengah situasi krisis. Kepastian target waktu, kejelasan pembagian peran antar kementerian, serta pengerahan sumber daya yang besar menunjukkan bahwa pemulihan akses dasar di wilayah bencana Sumatera menjadi prioritas nasional. Dengan konsistensi kebijakan, sinergi lintas sektor, dan dukungan masyarakat, upaya pemulihan ini diharapkan mampu mengembalikan kehidupan warga ke kondisi normal sekaligus membangun ketahanan yang lebih kuat menghadapi bencana di masa mendatang.
)* Penulis Merupakan Pengamat Kebijakan Sosial















